Dampak Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN)

Tugas Mandiri Kewarganegaraan


Dampak Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN)




Oleh :
Wahyu Arena Pradana

NPM : 160210143

Prodi : Teknik Informatika
2016/2017




Dampak Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Kali ini kita akan membahas tentang dampak yang ditimbulkan karena adanya korupsi, kolusi, dan neppotisme. Kita mulai dari korupsi, apakah korupsi,Kolusi, dan Nepotisme ? dan apakah ada dampak yang ditimbulkan dari ketiganya?

1.    Korupsi
Korupsi berasal berasal dari bahasa latin yaitu corruption dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahlan, memutarbalik, menyogok adalah tindakan pejabat publik, baik politisi atau pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Dalam arti luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh, ddan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harfifahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur - unsur sebagai berikut :
·         perbuatan melawan hukum.
·         penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
·         memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
·         merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara.

Contoh dari tindakan korupsi adalah sebagai berikut :

·         memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan)
·         penggelapan dalam jabatan
·         pemerasan dalam jabatan
·         ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
·         menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Kondisi yang mendukung munculnya korupsi :

1.    Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
2.    Kurangnya transparasi di pengambilan keputusan pemerintah.
3.    Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan biaya politik yang normal.
4.    Proyek yang melibatkan uanng rakyat dalam jumlah besar.
5.    Lingkungan tertutup yang mementingkan driri sendiri dan jaringan “teman lama”.
6.    Lemahnya ketertiban umum.
7.    Lemahnya profesi hokum.
8.    Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
9.    Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

Dampak yang ditimbulkan dengan adanya korupsi :

Dampak Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

Dampak Ekonomi

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktik korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

Kesejahteraan umum Negara

Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

2. Kolusi
Di dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi di dalam satu bidang industri di saat beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk kepentingan mereka bersama. Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, di mana keputusan beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara signifikan memengaruhi pasar secara keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi tersembunyi.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu (Gratifikasi) sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar. Di Indonesia, kolusi paling sering terjadi dalam proyek pengadaan barang dan jasa tertentu (umumnya dilakukan pemerintah). Ciri-ciri kolusi jenis ini adalah:
Pemberian uang pelicin dari perusahaan tertentu kepada oknum pejabat atau pegawai pemerintahan agar perusahaan dapat memenangkan tender pengadaan barang dan jasa tertentu. Biasanya, imbalannya adalah perusahaan tersebut kembali ditunjuk untuk proyek berikutnya.
Penggunaan broker (perantara) dalam pengadaan barang dan jasa tertentu. Padahal, seharusnya dapat dilaksanakan melalui mekanisme G 2 G (pemerintah ke pemerintah) atau G 2 P (pemerintah ke produsen), atau dengan kata lain secara langsung. Broker di sini biasanya adalah orang yang memiliki jabatan atau kerabatnya.
Jadi secara garis besar, Kolusi adalah pemufakatan secara bersama untuk melawan hukum antar penyelenggara Negara atau antara penyelenggara dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan Negara.
Cara pencegahannya perusahaan (atau negara) membuat perjanjian kerjasama yang sehat dengan perusahaan (atau negara) lain yang dianggap tidak merugikan orang banyak untuk mencegah kolusi.

3. Nepotisme

Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori.
Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan jabatan seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi namun bukan saudara, manajer tersebut akan bersalah karena nepotisme. Pakar-pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.
Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti "keponakan" atau "cucu". 
Di Indonesia, tuduhan adanya nepotisme bersama dengan korupsi dan kolusi (ketiganya disingkat menjadi KKN dalam pemerintahan Orde Baru, dijadikan sebagai salah satu pemicu gerakan reformasi yang mengakhiri kekuasaan presiden Soeharto pada tahun 1998.

4. Dampak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)

1. Secara garis besar, dampak dan implementasi KKN di Indonesia terutama dalam hal             kedudukan/jabatan adalah:
2. The wrong person in the wrong place.
3. Ketidakadilan di berbagai bidang.
4. Penyalahgunaan kekuasaan yang menyebabkan kesengsaraan pihak lain.
5. Ketidakselarasan antara fungsi, tujuan, dan mekanisme proses (sesuai prosedur dan           hukum) dengan praktiknya.
6. Kesenjangan sosial.
7. Mendapat hukuman bagi pelaku KKN.
8. Pelanggaran hak-hak warga negara.
9. Ketidakpercayaan rakyat pada aparat negara.
10. Kesejahteraan umum Negara menjadi tergganggu
11. Demokrasi menjadi tidak lancar
12. Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
13. Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan                 program pembangunan.
14. Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
15. Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
16. Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan   menghambat upaya           pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.


Referensi : https://id.wikipedia.org 
                  http://ayatatc.blogspot.co.id//










0 komentar:

Posting Komentar