Implementasi Pancasila di Era Setelah Reformasi

Tugas Mandiri
Pendidikan Pancasila


Implementasi Pancasila di Era Setelah Reformasi



Oleh :
Wahyu Arena Pradana

NPM : 160210143

Prodi : Teknik Informatika
2016/2017




IMPLEMENTASI PANCASILA DI ERA SETELAH REFORMASI
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apalagi manakala dikaji perkembangannya secara konstitusional terakhir ini dihadapkan pada situasi yangtidak kondusif sehingga kridibilitasnya menjadi diragukan, diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis.
Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarahbangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu:
(1)  Tahap 1945 – 1968 sebagai tahap politis
(2)  Tahap 1969 – 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi, dan
(3)  Tahap 1995 – 2020 sebagai tahap repositioning Pancasila

Penahapan ini memang tampak berbeda lazimnya para pakar hukumketatanegaraan melakukan penahapan perkembangan Pancasila Dasar Negara yaitu:
(1)  1945 – 1949 masa Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama
(2)  1949 – 1950 masa konstitusi RIS
(3)  1950 – 1959 masa UUDS 1950
(4)  1959 – 1965 masa orde lama
(5)  1966 – 1998 masa orde baru dan
(6)  1998 – sekarang masa reformasi
Hal ini patut dipahami, karena adanya perbedaan pendekatan, yaitu dari segi politik dan dari segi hukum. Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatanmempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamannya sudah umum kita ketahui, karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari kedirian bangsa ini, Pancasila harus tetap sebagai ideologi kebangsaan. Pancasila harus tetap menjadi dasar dari penuntasan persoalan kebangsaan yang kompleks seperti globalisasi yang selalu mendikte,krisis ekonomi yang belum terlihat penyelesaiannya, dinamika politik lokal yang berpotensi disintegrasi, dan segregasi sosial dan konflik komunalisme yang masih rawan. Kelihatannya, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebihkon septual, komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat,bangsa dan negara.
Di era reformasi ini ada gejala Pancasila ikut “ Terdeskreditkan ”sebagai bagian dari pengalaman masa lalu yang buruk. Sebagai suatu konsepsi politik Pancasila pernah dipakai sebagai legitimasi ideologis dalam membenarkan negara Orde Baru dengan segala sepak terjangnya. Sungguh suatu ironi sampai muncul kesan di masa lalu bahwa mengkritik pemerintahan Orde Baru dianggap “anti Pancasila“. Jadi sulit untuk dielakkan jika sekarang ini muncul pendeskreditanatas Pancasila. Pancasila ikut disalahkan dan menjadi sebab kehancuran. Orang gamang untuk berbicara Pancasila dan merasa tidak perlu untuk membicarakannya. Bahkan bisa jadi orang yang berbicara Pancasila dianggap ingin kembali ke masa lalu.
Anak muda menampakkan kealpaan bahkan phobia-nya apabila berhubungan dengan Pancasila. Salahsatunya ditunjukkan dari pernyataan Ketua Umum Gerakan Mahasiswadan Pemuda Indonesia M.Danial Nafis pada penutupan Kongres I GMPI di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin, 3 Maret 2008 bahwa kaum muda yang diharapkan menjadi penerus kepemimpinan bangsa dengan Pancasila. Pernyataan ini didasarkan pada hasil survey yang dilakukan oleh aktivis gerakan nasionalis tersebut pada 2006 bahwa sebanyak 80 % mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sebanyak 15,5 % responden memilih aliran sosialis dengan berbagai varian sebagai acuan hidup dan hanya 4,5 %  responden yang masih memandang Pancasila tetap layak sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara.
Di sisi lain, rezim reformasi sekarang ini juga menampakkan diri untuk “malu-malu” terhadap Pancasila. Jika kita simak kebijakan yang dikeluarkan ataupun berbagai pernyataan dari pejabat negara, mereka tidak pernah lagi mengikutkan kata-kata Pancasila. Hal ini jauh berbeda dengan masa Orde Baru yang hampir setiap pernyataan pejabatnya menyertakan kata – kata Pancasila Menarik sekali pertanyaan yang dikemukakan Peter Lewuk yaitu apakah Rezim Reformasi ini masih memiliki konsistensi dan komitmen terhadap Pancasila?. Dinyatakan bahwa Rezim Reformasi tampaknya ogah dan alergi bicara tentang Pancasila. Mungkin Rezim Reformasi mempunyai cara sendiri mempraktikkanPancasila. Rezim ini tidak ingin dinilai melakukan indoktrinasi Pancasila dan tidak ingin menjadi seperti dua rezim sebelumnya yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi kekuasaan. untuk melegitimasikan kelanggengan otoritarianisme Orde Lama dan otoritarianisme Orde Baru. Saat ini orang mulai sedikit- demi sedikit membicarakan kembali Pancasila dan menjadikannya sebagai wacana publik
Beberapa istilah barudi perkenalkan untuk melihat kembali Pancasila. Kuntowijoyo memberikan pemahaman baru yang dinamakan radikalisasi Pancasila Sesungguhnya jika dikatakan bahwa rezim sekarang alergi terhadap Pancasila tidak sepenuhnya benar. Pernyataan tegas dari negara mengenai Pancasila menurut penulis dewasa ini adalah dikeluarkannya ketetapan MPR No XVIII/ MPR /1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No II / MPR / 1978 tentang Pedoman Penghayatandan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) dan Penetapantentang Penegasan Pancasila sebagai dasar Negara. Pada pasal 1Ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Dokumen kenegaraan lainnya adalah Peraturan Presiden No 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Salah satu kutipan dari dokumen tersebut menyatakan bahwa dalam rangka Strategi Penataan Kembali Indonesia,bangsa Indonesia ke depan perlu secara bersama-sama memastikan Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 tidak lagi diperdebatkan. Untuk memperkuat pernyataan ini, Presiden PresidenSusilo Bambang Yudhoyono pada salah satu bagian pidatonya yang bertajuk “ Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara Berdasarkan Pancasila ” dalam rangka 61 tahun hari lahir Pancasila meminta semua pihak untuk menghentikan perdebatan tentang Pancasila sebagai dasar negara, karena berdasarkan Tap MPR No XVIII /MPR/1998, telah menetapkan secara prinsip Pancasila sebagai dasar negara.
Berdasar uraian di atas menunjukkan bahwa di era reformasi ini elemen masyarakat bangsa tetap menginginkan Pancasila meskipun dalam pemaknaan yang berbeda dari orde sebelumnya. Demikian pula negara atau rezim yang berkuasa tetap menempatkan Pancasila dalam Berdasar uraian di atas menunjukkan bahwa di era reformasi ini elemen masyarakat bangsa tetap menginginkan Pancasila meskipun dalam pemaknaan yang berbeda dari orde sebelumnya Demikian pulanegara atau rezim yang berkuasa tetap menempatkan Pancasila dalam bangunan negara Indonesia. Selanjutnya juga keinginan menjalankan Pancasila ini dalam praktek kehidupan bernegara atau lazim dinyatakan dengan istilah melaksanakan Pancasila. Justru dengan demikian memunculkan masalah yang menarik yaitu bagaimana melaksanakanPancasila itu dalam kehidupan bernegara ini.
Pedoman umum implementasi pancasila dalam kehidupan bernegara pengantar bangsa indonesia harus bersyukur bahwa setelah melewati perjuangan kemerdekaan implementasi pancasila di era setelah reformasi. Burung garuda adalah lambang negara indonesia lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno Implementasi Pancasila di Era Setelah reformasi. Seperti juga Orde Baru yang muncul dari koreksi terhadap Orde Lama, kini Orde Reformasi, jika boleh dikatakan demikian, merupakan orde yang juga berupaya mengoreksi penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Baru. Hak-hak rakyat mulai dikembangkan dalam tataran elit maupun dalam tataran rakyat bawah. Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul dengan mendirikan partai politik, LSM, dan lain-lain. Penegakan hukum sudah mulai lebih baik daripada masa Orde baru. Namun, sangat disayangkan para elit politik yang mengendalikan pemerintahan dan kebijakan kurang konsisten dalam penegakan hukum.
Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap,dan bertindak amat memacu kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lain justru menimbulkan semangat primordialisme. Benturan antar suku, antar umat beragama, antar kelompok, dan antar daerah terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa menjadi cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan. Kondisi nyata saat ini yang dihadapi adalah munculnya ego kedaerahan dan primordialisme sempit, munculnya indikasi tersebut sebagai salah satu gambaran menurunnya pemahaman tentang Pancasila sebagai suatu ideologi, dasar filsafati negara, azas, paham negara. Padahal seperti diketahui Pancasila sebagai sistem yang terdiri dari limasila (sikap/ prinsip/pandangan hidup) dan merupakan suatu keutuhan yang saling menjiwai dan dijiwai itu digali dari kepribadian bangsa Indonesia yang majemuk bermacam etnis/suku bangsa, agama dan budaya yang bersumpah menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa persatuan, sesuai dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika.
Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga bangsa saat ini adalah yang ditandai dengan adanya konflik dibeberapa daerah, baik konflik horizontal maupun konflik vertikal, seperti halnya yang masih terjadi di Papua,Maluku. Berbagai konflik yang terjadi dan telah banyak menelan korban jiwa antar sesama warga bangsa dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia. Orde Reformasi yang baru berjalan beberapa tahun telah memiliki empat Presiden. Pergantian presiden sebelum waktunya karena berbagai masalah.
Pada Era Habibie, Abdurrahman Wahid, dan MegawatiSoekarno Putri, Pancasila secara formal tetap dianggap sebagai dasar dan ideologi negara, tapi hanya sebatas pada retorika pernyataan politik. Ditambah lagi arus globalisasi dan arus demokratisasi sedemikian kerasnya, sehingga aktivis-aktivis prodemokrasi tidak tertarik merespons ajakan dari siapapun yang berusaha mengutamakan pentingnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Ideologi negara yang seharusnya menjadi acuan dan landasan seluruh elemen bangsa Indonesia khususnya para negarawan dan para politisi serta pelaku ekonomi dalam berpartisipasi membangun negara, justru menjadi kabur dan terpinggirkan. Hasilnya NKRI mendapat tantangan yang berat. Timor-Timur yang telah lama bergabung dalam NKRI melalui perjuangan dan pengorbanan lepas dengan sekejap pada masa reformasi tersebut.
Daerah-daerah lain juga mengancam akan berdiri sendiri bila tuntutannya tidak dipenuhi oleh pemerintah pusat. Tidak segan-segan, sebagian masyarakat menerima aliran dana asing dan rela mengorbankan kepentingan bangsanya sebagai imbalan dolar. Dalam bahasa intelijen kita mengalami apa yang dikenal dengan” subversi asing ”, yakni kita saling menghancurkan negara sendiri karena campur tangan secara halus pihak asing. Di dalam pendidikan formal, Pancasila tidak lagi diajarkan sebagai pelajaran wajib sehingga nilai-nilai Pancasila pada masyarakat melemah.

PENUTUP
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai Tugas Mandiri Pacasila ini. Materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman agar memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
A.   KESIMPULAN
1.    Bahwa pancasila sebagai dasar falsafah dan pandangan hidup serta sumber dari semua sumber hukum adalah warisan hukum yang di gali nilai budaya,adat serta kepribadian bangsa.
2.    Tidak ada yang salah dengan pancasila hanya saja penjabaran pelaksanaan pada masa pemerintahan sebelumnya hanya menjadi topeng dan kedok pembenaran kekuasaan saja.
3.    Pada masa reformasi ini sesuai dengan maknanya maka tidak salah dan tepat bila kita harus kembali pada nilai-nilai pancasila yang telah sekian lama menjadi asing dan jauh dari kehidupan kita sebagai bangsa


B.   SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas ada beberapa saran yang dapat di berikan guna mewujudkan upaya pembinaan masyarakat dalam menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang meliputi paham kebangsaan,rasa kebangsaan dan semangat kebangsaan,antara lain:
(a)  Untuk meningkatkan wawasan kebangsaan bagi segenap komponen bangsa diperlukan perhatian dan penanganan pihak-pihak terkait secara intergrative.
(b)  Peran pada elit pemerintah, elit politik dan tokoh masyarakat LSM serta media masa sangat di perlukan untuk meningkatkan Wawasan Kebangsaan.
(c)  Perlunya pengamatan Pancasila secara nyata dalam kehidupan sehari-hari melalui penataran atau sertifikasi Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4),di seluruh lembaga pedidikan,baik formal maupun nonformal, agar lebih tertanam rasa cinta tanah air, bangsa dan negara bahkan selalu siap dalam usaha bela negara.


                    http://yulieastuti26.blogspot.co.id/


0 komentar:

Posting Komentar